Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sahabat-sahabat sekalian yang berbahagia,
Sebagaimana
kita ketahui, Al Quran merupakan karunia Allah swt yang amat berharga.
Maka sudah semestinya kita bersyukur kepada-Nya atas karunia ini.
Dalam artikel sebelumnya kita sudah membahas salah satu tahap untuk
mensyukuri nikmat-Nya itu, yakni
tilawah Al Quran, membaca Al Quran dengan baik. Sekarang mari kita bahas tahap kedua, yang memiliki nilai yang lebih tinggi dari
tilawah, dan dapat memberi dampak yang amat besar bagi kehidupan seseorang, yaitu
tadabbur Al Quran.
Menurut Dr. Khalid bin Abdul Karim Al Lahim (asisten profesor bidang Al
Quran dan ilmu-ilmunya di Universitas al Imam bin Muhammad bin Sa'ud
al Islamiyyah, Saudi Arabia),
tadabbur artinya memikirkan dan
merenungkan ayat-ayat Al Quran untuk mendapatkan pemahaman, kandungan
makna, hikmah-hikmah, dan maksud dari ayat-ayat tersebut.
Dalam Al Quran disebutkan bahwa Allah swt menurunkan Al Quran ini untuk agar manusia malakukan
tadabbur.
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ ﴿٢٩
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (man-
tadabbur-i) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran." (Shad : 29)
Inilah
tujuan diturunkannya Al Quran. Betapa keliru orang yang menganggap
bahwa bagi seorang muslim cukuplah membaca Al Quran tanpa merasa perlu
merenungi maknanya. Sayangnya, banyak di antara saudara-saudara kita
yang bersikap seperti ini.
Tadabbur dan Kekuatan JiwaSaat
kita diundang untuk menghadiri resepsi pernikahan, pernahkah kita
datang tanpa peduli baju apa yang sedang kita pakai?Tentu saja tidak.
Kita pasti mencari baju yang paling pas untuk acara pernikahan. Kita
malu kalau sampai tampil beda lalu jadi bahan ejekan orang lain. Itulah
sifat manusia normal, selalu ingin untuk diterima oleh lingkungannya.
Merupakan beban mental yang amat berat untuk berbeda dengan lingkungan.
Sekarang
marilah kita renungkan saat pertama kali Rasulullah saw menerima wahyu
dan diperintahkan untuk menyampaikannya ke publik. Beliau mendapat
mandat dari Allah swt untuk menyampaikan ajaran tauhid. Ajaran ini tidak
hanya berbeda, bahkan berteolak belakang dengan prinsip hidup kaumnya
yang menyembah berhala. Bayangkan betapa berat beban mental yang harus
beliau pikul. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad dari Ibnu Abbas ra
diceritakan, setelah Rasulullah saw menerima perintah
وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
"Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat" (Asy Syu'ara`:214)
Beliau
naik ke bukit Shafa, lalu menyampaikan peringatan kepada kaumnya agar
mereka takut kepada siksa Allah dan berhenti dari kekufuran mereka. Saat
itulah Abu Lahab melontarkan umpatan yang tajam, " Binasa sepanjang
hari kau Muhammad, apa cuma buat ini kau panggil kami?". Lalu turunlah
surat Al Masad yang mencela Abu Lahab
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa" (Al -Masad:1)
Inilah salah satu ujian
yang mesti dialami Rasulullah saw, dipermalukan oleh kerabat beliau
sendiri di depan publik. Kalau kita menelusuri sejarah, maka kita akan
menemukan berbagai ujian lain yang lebih berat. Rasululullah saw pernah
dicekik, dilempari kotoran hewan saat sedang sujud, dilempari batu
sampai kaki beliau berdarah, bahkan diboikot secara ekonomi hingga
beliau sekeluarga terpaksa mengungsi di perbukitan selama 3 tahun.
Beliau pun diolok-olok sebagai orang gila, juga disebut “Al Abtar (yang
hina dan terputus namanya)” karena semua anak laki-laki beliau wafat
semasa kecil. Sebagian sahabat beliau disiksa dan sebagian lagi dibunuh,
hanya karena mereka mengikuti Nabi saw. Pernah juga beliau mendapat
tawaran yang sangat menggoda dari kaum kafir Makkah.
Akan tetapi, sejarah
membuktikan bahwa mental Nabi saw dan para sahabat beliau lebih kokoh
dari apapun. Mereka tidak goyah, hinnga akhirnya Allah swt memberikan
jalan kemenangan. Bagaimana bisa mereka mampu bertahan?Apa kuncinya?
Kalau kita telusuri ayat-ayat Al Quran yang pertama kali diturunkan,
kita akan jumpai bahwa di antara lima kumpulan ayat yang paling awal
diturunkan adalah kumpulan ayat di awal Surat Al-Muzzammil, yang di
dalamnya terdapat perintah untuk salat di malam hari (ayat 1-4),
membaca Al Quran dengan perlahan-lahan (ayat 4), ada penjelasan bahwa
waktu malam itu lebih pas situasinya untuk khusyu' dan menangkap kesan
dari bacaan (ayat 6), perintah untuk berdzikir dan beribadah dengan
tekun kepada Allah (ayat 8), berserah diri kepada-Nya (ayat 9), serta
bersabar (ayat 10).
Dengan demikian, kunci kekokohan mental Rasulullah saw adalah
kuatnya hubungan jiwa dengan Allah yang merupakan efek dari aktivitas rutin salat malam yang di dalamnya Al Quran dibaca perlahan-lahan dengan
tadabbur.
Dari ayat-ayat itupun kita tahu bahwa tujuan perintah membaca Al Quran
dengan perlahan-lahan saat salat di malam hari tidak lain adalah agar
pembaca dapat dengan mudah meresapi makna Al Quran dan menangkap kesan
bacaannya. Karena itu, tadabbur Al Quran merupakan aktivitas yang
sangat efektif meningkatkan kekuatan mental kita dalam menghadapi
tantangan perjuangan.
Tadabbur, Sulitkah?Sebagian orang menganggap bahwa
tadabbur itu
sulit karena untuk bertadabbur harus menjadi pakar dulu. Memang benar
dalam Al Quran terdapat ayat-ayat yang hanya bisa dipahami oleh para
pakar. Contohnya adalah ayat-ayat tentang hukum. Ada juga ayat-ayat
yang bisa dipahami oleh orang Arab karena mengandung gaya bahasa Arab.
Bahkan, ada ayat-ayat yang hanya dipahami oleh Allah swt. Akan tetapi,
ayat-ayat seperti ini jumlahnya sedikit. Sebagian besar ayat Al Quran
berisi peringatan, kabar gembira, kisah-kisah, pelajaran tentang Allah
dan hari akhir, yang semua itu mudah dipahami oleh kebanyakan orang
karena begitu jelas dan eksplisit.
Empat Tanda TadabburBagaimana tanda bahwa kita sudah bertadabbur dengan baik?Berikut ini empat tanda tadabbur yang baik
.
1. Khusyu`
Khusyu` maksudnya
selarasnya lidah dengan pikiran.
Saat membaca Al Quran, tidak layak bila lidah kita membaca tapi
pikiran mengembara ke mana-mana. Kita mesti menyelaraskan hati dan
lisan, mengucapkan kata disertai penuh perhatian. Inilah sikap
orang-orang yang mendapat predikat sebagai hamba-hamba Ar-Rrahman, yang
kelak mendapatkan kebahagiaan :
وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا ﴿
٧٣
Dan orang-orang yang
apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka
tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta. (Al
Furqan:73)
Allah swt memberi perumpamaan untuk kita bagaimana mestinya sikap kita saat berinteraksi dengan Al Quran. Allah swt berfirman,
لَوْ أَنزَلْنَا هَـٰذَا الْقُرْآنَ
عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ
اللَّـهِ ۚ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُونَ ﴿
٢١
Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada
sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah
disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu
Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (Al Hasyr:21)
Gunung
yang tinggi dan kokoh itu akan tunduk terpecah-belah karena merasa
takut kepada Allah saat menerima Al Quran. Bagaimana dengan hati kita?
Apakah hati kita begitu tinggi, melebihi tingginya gunung, sehingga
kita tidak merendahkan diri di hadapan Allah saar membaca Al Quran?
Ataukah hati kita begitu keras sehingga tidak retak sedikitpun saat
berbenturan dengan peringatan-peringatan Allah dalam Al Quran?
2. MenangisHamba-hamba
Allah yang mengetahui keagungan firman-Nya dan menangkap makna dan
kesan di dalamnya tidak akan kuasa menahan air matanya. Jiwanya akan
menemukan percampuran antara haru, kagum, cemas, dan harap, dengan
keindahan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Dalam
surat Al Maidah, Allah swt memuji para pendeta dan rahib Nasrani yang
tidak menyombongkan diri. Allah swt menceritakan ekspresi mereka saat
mendengar Al Quran :
وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنزِلَ إِلَى
الرَّسُولِ تَرَىٰ أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا
مِنَ الْحَقِّ ۖ يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ
الشَّاهِدِينَ ﴿
٨٣
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul
(Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan
kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka
sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka
catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al
Quran dan kenabian Muhammad s. a. w.).
Mereka mencucurkan air
mata karena menemukan kebenaran Al Quran berdasarkan apa yang selama
ini mereka ketahui dari kitab-kitab mereka sendiri. Ada perasaan
bahagia, kagum, dan haru. Lalu mereka pun dengan merendahkan diri di
hadapan Allah menyatakan beriman dengan apa yang mereka dengar.
Dalam
surat Maryam, setelah menceritakan kisah Zakariya dan Yahya, Maryam
dan putranya, Ibrahim dan bapaknya, Musa dan Harun, Ismail, dan Idris,
Allah swt melukiskan sikap mereka saat mendengar ayat-ayat-Nya
dibacakan :
أُولَـٰئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّـهُ
عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ مِن ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ
حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ
وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا ۚ إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُ
الرَّحْمَـٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا ۩ ﴿
٥٨﴾
Mereka itu adalah orang-orang yang
telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam,
dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan
Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk
dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha
Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan
menangis. (Maryam : 58)
Demikian pula Rasulullah saw. Suatu hari beliau meminta Abdullah bin
Mas'ud ra untuk membaca Al Quran. Lalu Ibnu Mas'ud ra pun membaca surat
An Nisa' dari awal hingga ayat
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِن كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَـٰؤُلَاءِ شَهِيدًا
Maka bagaimanakah (halnya orang kafir
nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari
tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas
mereka itu (sebagai umatmu). (An Nisa` : 41)
Nabi bersabda, "Cukup
bagimu sekarang". Ibnu Mas'ud ra pun menoleh kepada Nabi saw, ternyata
beliau berlinang air mata. (riwayat Al Bukhari dan Muslim)
3. Berdialog dengan Al QuranMenurut
Imam al Ghazali, salah satu etika yang baik dalam membaca Al Quran
adalah seseorang merasa bahwa Al Quran sedang berbicara dengan dirinya.
Apabila Al Quran bertanya, ia pun menjawab. Apabila Al Quran menyuruh,
ia pun merespon. Membaca Al Quran membuat seseorang berdialog dengan Al
Quran.
Rasulullah saw memberi contoh bagaimana berdialog
dengan Al Quran. Imam Muslim meriwayatkan dari Hudzaifah ra, beliau
berkata, "Aku shalat bersama Nabi saw pada suatu malam, kemudian beliau
membaca surat Al Baqarah, an Nisa`, dan Ali Imran. Beliau membacanya
dengan perlahan-lahan. Jika beliau membaca ayat yang mengandung tasbih,
beliau bertasbih kepada Allah swt. Jika membaca ayat yang berisi doa,
beliau segera berdoa, dan jika membaca ayat memohon perlindungan, maka
beliau segera memohon perlindungan kepada Allah swt. "
Contoh lainnya diceritakan oleh Ibnu Abbas ra, bahwa Nabi saw jika membaca
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى ﴿
١
"Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tingi" (Al A'la :1)
beliau mengucap,
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى
"Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi"
Demikianlah
mestinya seorang muslim membaca Al Quran. Ia selalu tanggap dengan
ayat yang dibacanya, dan berprasangka bahwa ayat itu sedang berbicara
dengan dirinya. Saat ia bertemu dengan ayat
وَتُوبُوا إِلَى اللَّـهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿
٣١﴾
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung." (An Nur:31)
maka ia segera mengingat dosa-dosanya selama ini, menyesalinya, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.
4. Bertambah Iman
Iman
itu bertambah dan berkurang. Bagi orang yang beriman, Al Quran
memiliki dampak positif terhadap keimanannya. Allah swt berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا
ذُكِرَ اللَّـهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ
آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ ﴿
٢
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal. (Al Anfal :3)
Dalam Al Quran banyak terdapat kisah
para Nabi dan perjuangan mereka. Misalnya ada kisah Nabi Ayyub, yang
bersabar menanggung musibah penyakit, kemudian Allah swt menyembuhkan
penyakitnya dan mengembalikan keluarganya yang telah terpisah. Seorang
mukmin sejati apabila membaca kisah ini, bertambah keyakinannya bahwa
kesabaran itu akan membuahkan kebahagiaan. Dalam Al Quran juga banyak
ayat yang menggambarkan hari kiamat. Perenungan akan ayat-ayat itu
mestinya menambah iman kita dan menambah usaha kita untuk mempersiapkan
diri kita menghadapi hari kiamat itu.
Sudahkah kita iringi bacaan Al Quran kita dengan tadabbur?
Sumebr : website KAMMI jepang